15 May 2009

da'i atau pendusta ?

Ada satu fenomena di kalangan aktifis da'wah, baik dari kalangan tarbiyah maupun dari kalangan tradisional. Fenomena ini terjadi sebagai suatu loncatan untuk mencari frekuensi yang sama antara da'i dan madh'u. Target da'wah adalah orang-orang ammah yang melihat sesuatu secara lebih pragmatis. Ukuran yang dipakai adalah kesenangan temporer yang lebih mudah didapat dibandingkan dengan ukuran idealisme atau ideologi yang nampak jauh.

Penyamaan frekuensi ini memang salah satu bagian dari fiqh da'wah. Da'i berbicara denagn bahasa madh'u. Kita tidak bisa memaksakan bahasa dan istilah yang jika mereka mendengarnya saja sudah pusing. Kita bicara khilafah harus dengan istilah persaudaraan, dan lain-lain. Kita bicara syari'ah harus dengan istilah yang nyaman buat mereka. Bahkan metode penyampaian pun juga harus menyesuaikan dengan target da'wah itu sendiri. Kita tidak bisa menggunakan metode orasi yang penuh ghirah kepada pemula. Hampir semuanya dengan kelembutan untuk meraih keberhasilan da'wah.

Salah satu cara untuk menyamakan frekuensi yang cukup populer di kalangan da'i adalah dengan menggunakan metode bercanda. Hal ini selain akan mencairkan suasana yang belu juga akan membuat ikatan kesetaraan antara dua pihak yang berinteraksi. Efek yang lebih utama adalah timbulnya rasa gembira, senang, dan ceria.

Joke-joke yang keluar dari mulut da'i kita sebagian besar berfungsi sebagai jembatan. Tapi ada juga da'i yang memang hobi dengan bercanda. Tiap menit yang berlalu akan terasa hambar dan tawar. Ibarat dangdut yang tanpa garam, maka tiada da'wah tanpa canda.

Bercanda secara fiqh hukumnya adalah mubah atau boleh. Bahkan rasulullah sering bercanda bersama keluarganya, diantaranya dengan Hasan dan Husein serta dengan isteri-isteri beliau. Suatu hari datang seorang nenek bertanya kepada rasulullah. Ia menjawab bahwa nenek-nenek tidak masuk surga. Sang nenek sedih dan menangis mendengar jawaban orang paling mulia ini. Lalu rasulullah menjelaskan pada sang nenek bahwa orang yang masuk surga akan diubah dalam keadaan fisik usia yang sebaya. Maka sang nenek pun lega mendengar penjelasan rasulullah. Inilah rasulullah, teladan sepanjang masa dan pembawa risalah rabbani. Ia juga manusia yang bercanda. Biarpun bercanda beliau tidak pernah berdusta. Canda beliau selalu dalam kejujuran.
Mari berkaca kepada da'i kita hari ini. Atau malah pada diri kita sendiri. Ketika bercanda. Ketika bersenda gurau. Akan banyak kita jumpai kedustaan dan kebohongan terlontar dari mulut fakir kita. Banyak yang karena khilaf, tapi banyak juga yang memang sengaja. Padahal hanya sekedar mencari frekuensi yang sama dalam interaksi. Astaghfirullah hal adzim.

Kita ini da'i atau pendusta?!

written by : PK

2 comments:

TOMY SOFYAN said...
This comment has been removed by the author.
TOMY SOFYAN said...
This comment has been removed by the author.