07 July 2008

Sang Murobbi

Pernahkah antum mengalami atau melihat ketika anntum atau orang lain membuka untuk membaca Al-qur’an, kemudian anak-anak antum atau anak-anak orang tersebut datang mendekat sambil membawa buku iqro’nya lalu melakukan hal sama seperti yang orangtuanya lakukan? Pernahkah anda mendapatkan mutarabbi anda mengerjakan shaum sunnah padahal anda secara eksplisit tidak pernah menyuruhnya atau mengintruksikan? Hal itu dilakukan oleh mutarobbi anda hanya karena ia mendapatkan anda juga melakukan shaum sunnah pada hari hari sebelumnya.


Itulah buah dari keteladanan, keteladanan adalah cara berda’wah yang paling hemat karena tidak menguras energi dengan mengobral kata-kata, bahkan bahasa keteladanan jauh lebih fasih dari bahasa perintah dan lapangan, seabgaimana adagium mengatakan : “ Lidaanul hal afshohu min lisaanil maqaal”artinya bahasa kerja lebih fasih dari bahasa kata-kata. Dalam ungkapan lain disebutkan keteladanan ibarat tonggak, dimana bayangan akan mengikuti secara alamiah sesuai dengan keadaan tonggak tersebut, (lurusnya, bengkoknua, miringnya, tegaknya) Pepatah lain mengatakan: “ Kaifa yastaqqimudzdzhillu wal ‘uudu a’waj” artinya bagaimana bayangan akan lurus bila tonggaknya bengkok”

Oleh karena itu penting bagi para murobbiyyin untuk berusaha semaksimal mungkin menjadi figure murobbi teladan, agar keteladanan kita memberikan keberkahan bagi perkembangan da’wah dan penhingkatan kwalitas maupun kwantitas para murobbi yang kita bina. Untuk memudahkan kita mencontoh hal-hal yang baik yang sepatutnya disikapi oleh figure murobbi, maka kita akan melihat dan berinteraksi dengan para tokoh murobbi teladan melalui “ Suratun Hayawiyyah” atau gambaran kehidupan mereka dalam melakukan aktivitas pentarbiyyahan. Dengan gambaran itu kita sebagi murobbi juga dapat mencontoh dari mereka walaupun tidak persis sama tetapi tetap berusaha seoptimal mungkin. Ada satu nasehat pepatah “ Tasyabbahu in lam takuunuu mislahum, Innattasyabbuha bil kiraami falaahun” artinya Teladanilah meski tidak sama persis dengan mereka, sesungguhnya meneladani orang-orang mulia adalah satu keberuntungan

1. Keteladanan Rasululloh SAW
Sebagai murobbi hadzihil ummah , Rasululloh SAW selalu melakukan pendekatan komunikasi yang telah direkomendasikan di dalam Al-Qur’an, bentuk-bentuk kominilasi yang digunakan diantaranya adalah : “ Qoulan Layyinan” (20:44), “ Qoulan Maysuran” (17:28), “Qoulan Ma’rufan” (32:32), “Qoulan Balighan” (4: 63), “ Qoulan Sadidan” (4 : 9), dan “ Qoulan Kariman” (33:31).

Beliau tidak pernah memojokkan mutarabbi dengan kata-kata, apalagi hal itu dilakukan di hadapan orang lain, sebagaimana di riwayatkan Abi Abdurrahman bin Sa’ad As-sa’idy RA, ia berkata : “ Nabi SAW telah mengutus seseorang yang bernama Ibnu Lutbiyyah sebagi amil zakat, setelah selesai dari tugasnya lalu ia menghadap Rasululloh SAW seraya berkata : “ ini hasil dari tugas saya, saya serahkan kepadamu, dan ini hadiah pemberian orang untuk saya”, lalu Rasululloh SAW segera naik ke atas mimbar, setelah menyampaikan puja dan puji kehadirat Alloh SWT beliau berkhutbah seraya berkata : “ Sesungguhnya aku mengutus seseorang di antara kalian sebagai amil zakat sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Alloh SWT kepadaku, lalu ia dating dan berkata “ Ini untuk engkau dan yang hadiah untukku, jika orang itu benar, mengapa dia tidak duduk saja di rumah bapak atau ibunya sehingga hadiah tersebut dating kepadanya, demi Alloh tidaklah mengabil seseorang sesuatu yang bukan haknya melainkan kelak dia bertemu dengan Alloh SWT membawa barang yang bukan menjadi haknya”, lalu Rasululloh SAW mengangkat keduabelah tangannya hingga tampak ketiaknya seray berkata : “ Ya Alloh, telah aku sampaikan” (HR Bukhori-Muslim)

Rasululloh juga tidak pernah menjaga jarak dengan mutarobbinya, sehingga tidak terjadi kesenjangan psikologis antara murabbi dan mutarobbi, hal ini dapat dilihat gambaran dialog antara Jabir bin Abdillah dengan beliau, yang diriwayatkan sendiri olehnya : “Aku pernah keluar bersama Rasululloh SAW pada peperangan Dzatirriqo’, aku mengendarai seekor unta yang lamban jalannya, sehingga aku tertinggal jauh dari Rasulululah SAW, kemudian Rasululloh AW menemui aku seraya berkata : “ Kenapa engkau hai, Jabir?, Jabir berkata : “ Ontaku ya Rasululloh ….. jalannya lamban sekali” balasku. Kemudian Rosululloh berkata lagi : “Berikan kepadfaku tongkat yang ada ditanganmu atau berikan aku sepotong kayu”, lalu aku berikan kepadanya dan beliaupun memukulkan kayu tersebut secara perlahan dengan sangat cepat “, kemudian obrolan berlanjut, Rasululloh SAW bertanya kepadaku : “ Hai Jabir, apakah engkau sudah kawin ?”, Jawabku “ sudah ya Rasululloh” , kemudian beliau Tanya lagi “ dengan janda atau gadis ? , dengan janda ya Rosul, tegasku “ Kenapa tidak dengan gadis saja sehingga engkau dapat bersenang=senang dengannya”? dan ia dapat bersenang-senang denganmu? Balas Rasululloh SAW dengan nada bertanya, lalu aku menjelaskan : “ Ya Rasululloh sesungguhnya ayahku meninggal pada perang Uhud, dan meninggalkanku saudara perempuan yang sebanyak tujuh orang, maka dari itu aku menikahi seorang wanita yang sekaligus dapat menjadi pengasuh dan pelindung mereka”, kemudian Rasululloh SAW berkata : “ Engkau benar Insya ALLoh”

2. Shahabat Rasululloh SAW R.A
Yang paling menonjol diantara para shahabat adalah Abu Bakar Ashidiq R.A, sehingga layak disebut “Murobbi hadzihil ummah” sepeninggal Rasululloh SAW, Hal-hal yang menonjol adalah :
• Kepedulian Sosial dengan saudara se aqidah
Membebaskan Bilal bin Rabah dari siksaan Umayyah dengan memberi uang tebusan.
• Ketaatan dan kecintaan terhadap qiyadah Rasululloh SAW
Menemani Rasululluh SAW sendirian saat hijrah ke Yastrib, dengan segala resiko yang akan menghadang
• Keteladanan dalam infaq fi sabilillah
Pada saat menjelang perang beliau menginfaqkan seluruh harta yang dimiliki untuk berjihad di jalan Alloh
• Ketegaran dan ketengan saat wafatnya Rasululloh SAW
Beliau memandu aqidah dan fikroh para shahabat yang lainnya pada saat mereka belum legowo mendengar berita wafatnya Rasululloh SAW termasuk Umar bin Khatab RA, Pada saat itulah Abubakar memberi taujih tarbawy dengan membacakan firman Alloh QS Al-imran; 144 “ artinya “ Barangsiapa menyembah Muhammad, sesungguhnya Muhammad telah tiada, tetapi barangsiapa menyembah Alloh SWT,sesungguhnya Alloh hidup dan tidak akan mati”
• Sikap dan tindakan kongkrit memerangi orang yang membangkang membayar zakat
Ketika dua pertiga Jazirah arab ditimpa oleh gerakan pemurtadan(Harakatul Irtidad), dalam bentuk pembangkangan tidak mau membayar zakat, maka lagi-lagi Abu baker tampil sebagai pelopor murobbi dalam ammar ma’ruf nahi munkar untuk memerangi mereka, para shahabat termasuk Umar bin Khatab kurang sepakat dengan cara yang dilakukan Abu Bakar, lalu Abu Bakar memberi pelajaran kepada para shahabat khususnya Umar bin Khatab RA, “ Hatta anta ya Umar ajabbaarun fil jahiliyyah khawwarun fil Islam ?, Wallaahi laa yanqushuddinu wa anaa hayyun, lau mana’uuni “uqqoolu ba’iirin yuadduunahi ila Rasuulillah lahaarobtuhu hatta tansalifa saalifaty”

(sampai engkau juga ya Umar, apakah engkau hanya tampak perkasa pada masa jahiliyyah kemudian jadi ragu pada masa Islam? Demi Alloh tidak akan berkurang agama ini(Islam) sedikitpun selama aku masih hidup, walaupun mereka tidak memberikan hanya seutas tali unta yaqng harus diberikan kepada Rasululloh, maka tetap akan ku perangi mereka sampai urat leherku terputus)

• Melepas ekspedisi Usamah bi Zaid
Abu Bakar mengantar sampai perbatasan ekspedisi Usamah sambil menuntun kuda, sehingga Usamah merasa tidak enak karena dirinya naik kuda sedang Abu baker jalan kaki. Kemudian Usamah menawarkan agar Abu baker yang naik, sedang ia turun, tetapi Abu Bakar berkata ;” Wallohi maa rokibtu wa maa nazalta, wa maa lialaa ughabbira qadami fi sabilillaah”(Demi Alloh, aku tidak mau naik dan engkau tidak perlu turun, biarkanlah kakiku bersimbah debu di jalan Alloh)

3. Keteladanan Ulama Salafushshaleh
• Atho bin Abi Rabaah R.A
Beliau memimpin halaqoh besar di masjidil haram, dimana Sulaiman bin Abdul Malik sebagai khalifah ikut hadir dalam halaqohnya(mutarabbinya). Atho bin Abi Rabah adalah seorang habsyi(negro) yang pernah menjadi budak, kemudian dimerdekakan karena kepandaiannya mendalami agama.

Keteladanannya adalah :
a. Kelembutan dan ketajaman dalam nasehat
Dikisahkan oleh Muhammad bin Suqoh, salah seorang Ulama Kufah, bahwa Atho pernah menasehatinya: “ Wahai nak saudaraku, sesungguhnya orang-orang sebelum kita tidak menyukai pembicaraan yang berlebihan”, Lalu apa batasannya pembicaran yang berlebihan?, tanyaku, beliau melanjutkan nasehatnya seraya berkata “ mereka mengkategorikan pembicaraan berlebih, bila dilakukan selain dari Al-qur’an yang di baca dan difahami, atau hadits Rasululullah yang diriwayatkan, atau berkenaan dengan amar ma’ruf nahi munkar, atau pembicaraan tentang satu hajat, kepentingan dan persoalan maisyah”, kemudian beliau mengarahkan pandangannya kepadaku seraya berkata ; “Atunkruuna(Inna’alaikum laahafidzhiin, kirooman kaatibiin)(Infithar1-10), wa anna m’a kullin minkum malakaini (Anii yamiini wa’anishshimaali Qa’iid, maa yalfidzhu min qaulin ilaa laadaaihi raqiibun ‘atiid)(Qaf :17-18)

b. Murabbi Takwiner
Mutarabbinya tidak hanya dikalangan terpelajar dan pembesar, tetapi sampai pada tukang cukur. Dikisahkan oleh Imam Abu hanifah : “ Aku melakukan kesalahan dalam lima hal tentang manasik haji, lalu aku diajarkan oleh seorang tukang cukur, yaitu ketika aku ingin selesai dari ihram, aku mendatangi salah seorang tukang cukur, lalu aku berkata kepadanya : ‘ berapa harganya ?”, Semoga Alloh menunjukimu, ibadah tidak mensyaratkan soal harga, duduklah dulu, soal harga gampang, jawab tukang cukur, waktu itu aku duduk tidak menghadap kiblat, lalu ia mengarahkan dudukku hingga menghadap kiblat, kemudian menunjukkan bagian kiri kepalaku, lalu ia memutarnya sehingga mulai mencukur kepalaku dari sebelah kanan, ketika aku dicukur ia melihatku diam saja, lalu ia menegurku : “ Kenapa koq diam saja, ayo perbanyaklah takbir”, maka akupun takbir, setelah selesai aku hendak langsung pergi, lalu ia berkata : “ mau kemana kamu?” “ aku mau ke kendaraanku’ jawabku, tukang cukur itu mencegahku seraya berkata : “ Sholat dulu dua rekaat, baru kau boleh pergi kemana kau suka”, Aku berkata dalam hati, tidak mungkin tukang cukur bisa seperti ini kalau dia bukan orang alim, lalu aku berkata kepadanya : ‘ Darimana engkau dpati mengenai beberapa manasik yang kau perintahkan kepadaku?, demi Alloh aku melihat Atho bin Abi Rabaah mempraktekkan hal itu, lalu aku mengikutinya, dan aku arahkan orang banyak untuk belajar kepadanya”, jawab tukang cukur alim tersebut.
c. Dalam mentarbiyyah tidak terkesan bersikap santai atau sambil bersandar misalnya, tetapi dengan sikap sigap dan penuh semangat.
Sikap itu terungkap dari pernyataan salah seorang diantara mereka : “ Laa yanbaghi lanaa idzaa dzukira faanashsholihuna jalasna wa nahnu mustaniduuna” (tidak pantas bagi kita ketika disebutkan di tengah-tengah kita orang-orang sholeh, lalu kita duduk sambil bersandar)
• Said ibnul Musayyib R.A
Beliau mempunyai mutarabbi yang bernama Abu Wad’ah, sudah beberapa kali dalam halaqoh tarbiyyah Abu Wad’ah tidak hadir dan tidak memberitahu, kemudian sang murobbi mencoba mencari tahu mutarobbinya yang sudah qowy tersebut, beliau khawatir kalau-kalau ketidakhadirannya karena sakit


No comments: